Beginilah hiruk pikuk tempat tinggal ku pagi-pagi. Semua
bergegas untuk melakukan aktifitas masing-masing. Membawa setiap perlengkapan
dan bersapa salam bila jumpa satu sama lain. Ya inilah hidup kami, tempat
tinggal kami. Sebuah perkampungan di tengah-tengah pulau Sumatra.
~
“Na, cepat. Mobil sekolah sudah datang, nanti pak Amat
ngomel-ngomel terus . “Teriak si emak dari depan sambil menyapu halaman yang di
penuhi daun-daun gugur. “Ya mak, sebentar, ini tinggal pakai sepatu saja” balas
ku dengan teriak dan mempercepat langkah ku berjalan menuju pintu keluar.
Kulihat mak dengan telaten menyapu daun-daun itu, sesekali melirik kedalam
dengan perasaan tak enak karna pak amat sudah menunggu. Wajah nya tampak lega
ketika melihat ku berjalan kearah nya. “ Nana berangkat ya mak,” ucapku sambil
mencium tangan emak yang sudah mulai mengalami pengerutan. “ iya hati-hati
dijalan, belajar yang benar dan jangan buat kerusuhan lagi” kata emak sambil
membelai kepala ku. Aku hanya mengangguk tanda mengerti dan langsung berlari
menuju mobil sekolah yang disebut si mak tadi. Dalam hati aku tertawa dan
berkata “ mak-mak, mobil truk gini kok dibilang mobil sekolah sih.” Mobil truk
ini punya pak amat yang hendak pergi kekota untuk membawa barang-barang dari
kampung untuk dijual. Sekolahku berada
dikota, cukup jauh bila aku menaiki sepeda tua ku. Aku tak malu untuk
membawanya kesekolah mewah itu, hanya saja aku tak bisa menghindari kata
trerlambat dan hukuman bila berurusan dengan si “ungu” sepeda tua itu utnuk
berangkat kesekolah. Pak amat adalah orang yang sangat baik, tak ada ikatan
saudara antara kami, hanya dia sangat menyemangatiku untuk tetap bersekolah di
kota. Aku terus menikmati pemandangan sepanjang jalanmenuju kota, dimulai dari
sawah-sawah milik warga, hutan karet, hingga gedung- gedung bertingkat mulai terlihat. “Na, dari tadi kamu melamun
saja, apa yang kamu pikirkan?” Tanya pak amat yang sontak membuat ku kaget. “
ha, tak ada pak, aku hanya menikmati perjalanan menuju sekolahan ini” jawab ku
sambil menatap pak amat yang begitu mengkilap karna sinar matahari dan keringat
nya. “ iya, sebentar lagi sampai, oh ya tadi bapak dengar mak mu bilang jangan
buat ulah lagi, emang kamu kenapa na, ada yang mengganggu mu, bilang na, bilang
saja sama bapak. Biar bapak yang memarahi mereka.” Jawab pak amat dengan wajah
nya yang polos tapi tulus sambil melap keringat nya yang bercucuran. “Gak ada
pak, itu hanya salah paham saja” jawab ku seadanya. Pak amat hanya
mengangguk-angguk tanda mengerti. Tapi dari tatapan matanya aku dapat melihat
dia masih penasaran. Dalam hati aku berkata “ Maaf pak, nana tak mau melihat
bapak risau dengan masalah ku, bapak sudah sangat baik”.
~
Disekolah.
“Na, lama amat sih datang nya. Tadi mereka datang untuk
mencari mu lagi” ucap Vany sambil terpogoh-pogoh mengikuti langkah ku. Aku tak
mengerti apa yang Gesha dan cs nya mau. Mereka lah yang vany maksud datang
untuk mencari ku pagi-pagi begini. “ Ya sudah, biarin saja mereka mau apa, aku
sudah gak peduli lagi.” Ucap ku pada vany yang sontak terkejut karna aku menghentikan langkah ku
tiba-tiba. “Ya itu memang lebih bagus, dari pada kamu harus seperti kemarin”
ucap vany sambil mengangguk-angguk tnada setuju dengan yang aku ucapkan.
Kemudian kami kembali berjalan, aku memperlambat langkah ku, kasiahan juga
melihat vany yang ngos-ngosan mensejajari langkah seribu ku. Tanpa mereka
sadari, dari sudut sebrang sana ada seseorang
yangsedang memperhatikan nya dengan tersenyum.
~
Bep-bep. Handphone
nana bergetar menandakan ada pesan yang masuk. Karna penasaran ia dengan
perlahan –lahan mengeluarkan hp nya dari saku rok abu-abu, sedikit gemetar
sembari melirik-lirk takut ketahuan bu Kur.
Udah ku bilang,
jadi
cewek jangan sok cantik,
orang kampong ya orang kampong aja !!!
pengirim: 081991438599
“Ya ilah dari mana lagi ni nomor rempong , akhh paling
kerjaan gesha cs. “ ucapku dalam hati sambil bergumam. Segera ku masukkan
kembali hp ku dalam saku. Ternyata cukup banyak yang memperhatikan tingkahku,
salah satunya orang yang duduk disebelahku, siapa lagi klau bukan vany. Dia
mengangkat kedua alisnya, dengan arti menyakan “siapa?” , aku hanya
menggelengkan kepala sambil mengelakan
nafas. Itu saja sudah membuat vany mengerti. Untuk sesaat aku mengenang…
***
“ Waw, bunga siapa nih pagi-pagi nangkring dimeja ku,”
ucapku sambil melirik kanan kiri, tak ada satu pun yang datang. Kulihat masih
ada sepucuk kartu ucapan, dengan ragu ingin ku ambil dan perlahan ku buka, tapi
belum sempat ku baca sebuah tangan dengan tangkas langsung merebutnya. “Eh,
kamu yang namanya nana” jawab si perebut kartu itu, aku tak tahu namanya. Yang
jelas aku sering melihat dia menondar mandir gak nentu arah. Cantik, itu kata
untuk mengapresiasi bentuk wajah nya, tapi telalu galak. Dengan santai aku
menjawab “iya, ada apa ya?” sambil melirik mereka satu persatu. Ya tadi hanya
gadis itu yang terlihat, sekarang mereka sudah ada enam orang. “Ouhh, jadi ini
ya level dia, gak banget sih. Kumel, anak kampong kayak nya” ucapk salah satu
temannya sambil menatapku dengan heran. Jujur aku tambah gak ngerti apa yang
mereka maksud. Disisi lain ini juga luar biasa, anak-anak gedongan pada nyari’n
aku. “iya, dasar aneh, dah jelas-jelas Gesha jauh banget cantik and tajirnya
dibanding si ak ini. AK anak kampong!!!”
kata-kata yang lebih pedas keluar dari temannya yang lain. Spontan aku
langsung melabrak dan mencengkram bajunya “ Eh, maksud kamu apa, apa salah aku sama
kalian, datang-datang kok malah cari masalah mau cari mat..” tangan ku yang
hendak melayang tiba-tiba ditahan oleh si cewek yang bernama gesha itu. “Eits,
udah salah malah nyolot pulak. Udah jelas kamu punya masalah sama kita,
terutama sama aku.” Aku melepaskan cengkraman baju temannya yang terlihat mulai
ketakutan melihat sikap ku.”Jadi apa maslah kita?” Tanya ku dengan wajah yang
masih menyimpan kemarahan karna menyebut-nyebut status social. “Ouhh, simple
aja kok, kamu udah ngerebut perhatian gebetean aku. Oleh karna itu, mulai besok
kamu pindah aja deh dari sekolah ini. Nih aku kasih kamu uang, untuk urus
administrasi kamu. Gimana, gampangkan?” jawab gesha sambil melemparkan beberapa
uang seratus ribu kelantai. Aku semakin gak ngerti, perhatian siapa pula yang
aku tarik. Lalu ku perhatikan badan ku, tak ada satu pun tali yang yang ku
gunakan untuk menarik. Ada-ada saja orang ini. Aku yang dengan malas meladen
sikap orang tersebut langsung duduk dikursiku dan langsung memeriksa buku dalam
tas siapa tau ada yang tidak kubawa. Astaga, buku ekonomi ku ketinggalan, mana
hari ini pak Jum wah bisa tewas aku. “Woi, kamu ngacangin kami ya” suara itu
menggelegar. Diluar kelas sudah mulai banyak yang datang, tapi teman-teman ku
tak ada yang berani masuk karna gesha cs melarang mereka. “Apaan sih, aku gak
ngerti maksud kalian, udah balik gih kekelas masing-masing bentar lagi bel
bunyi tu” ucapku sambil membelakangi mereka dan memeriksa kembali tas siapa tau
buku itu terselip. Tiba-tiba rambut ku ditarik dan aku terjungkal sampai
kelantai “ Akhhh,” ucapku karna kesakitan. “kamu kalau diajak bicara baik-baik
kok malah ngatur sih, gak tau ya kami siapa? Kami ini Gesha cs, kakak kelas
kamu. Anak XII IPA 1. Sepupu dari ibu
Hastuti, kepala sekolah SMA ini. “ ucap gesha yang mulai memencak-mencak
sehingga banyak siswa yang mulai
berdatangan untuk menyaksikan adegan kami. Ciee
adegan wak. Aku berdiri dan merapikan pakaian ku, berjalan mendekati gesha
dan otomatis aku menampar pipi kanannya. “ Terus masalah gitu buat aku kalau
kamu sepupunya kepsek. Aku siswa taikondo terbaik di kampungku. Aku gak ngerasa
punya masalah dengan kamu, jadi mending kamu kembali kekelas mu sebelum
tulang-tulang mu remuk ku buat.” Ucapku sambil menatapnya dengan tatapan bara
api. Melihat kejadian itu teman-teman gesha langsung menghampirinya dan membawa
gesha secepat mungkin. Temannya yang lain sibuk memunguti uang yang berserakan
dilantai lalu bergegas pergi.
***
“Nana, silahkan maju kedepan dan kerjakan no 3” suara bu
vega membuyarkan ingatanku. “aaa apa bu, nomor tiga?” tanyaku sambil gugup dan
tatap melangkah kedepan. “ Iya nomor tiga, ibu lihat dari tadi kamu tidak
memperhatikan, itu tandanya kamu sudah mengerti. Sekarang tunjukkankalau kamu
memang merpati impian.” Ucap ku vega sambil melirik ragu mengucapkan kata-kata
itu. Ya, aku disebut sang merpati impian oleh teman-temanku. Tentu saja untuk
dapat masuk disekolah elit ini kita mesti memiliki uang yang banyak, sedangkan
aku hanya anak seorang penyabit karet yang tinggal diperkampungan. Tapi prestasi
ku yang memukau yang membuat aku bisa sampai kesekolah ini. “Sudah bu, “ jawab
ku. Aku sudah mempelajari pelajaran hari ini semalam dirumah, jadi tak sulit
untuk ku mengerjakan